Hutang di Aplikasi Online: Saking Mudahnya Bikin Kecanduan???



Kemarin saat saya sedang berselancar di facebook, ada teman saya yang berbagi status dari sebuah grup. Si empunya status bercerita kalau total hutangnya di berbagai aplikasi pinjaman online mencapai 75 juta rupiah, belum termasuk hutang credit cardnya di beberapa bank ternama. 

Asli saya pusing banget liatnya. Terasa denyut nadi melambat, kepala rasanya berputar, ruangan tempat saya duduk rasanya mengecil dan menyempit, pokoknya PUSING!!! Padahal yang ngutang bukan saya, saya cuma baca doang, LOL 

Setelah saya cermati, di status tersebut terpasang screenshot belasan aplikasi pinjaman online, yang saya yakin banget hampir semuanya nggak terdaftar di OJK. Gila!!! Buat apa sih coba coba pinjam online dari yang nggak terdaftar begini??? Secara yang terdaftar aja udah mulai banyak kan ya?? Terus kenapa harus milih yang nggak terdaftar gitu kan ya???

Ini nih yang namanya jerat rentenir millenium.

Kalo jaman dulu yang namanya ngutang sama rentenir itu kayanya serem banget ya. Bayangannya ngutang sama preman yang galak dan pake ngejaminin BPKB sama STNK bahkan kadang sertifikat tanah. Awalnya jasa ini beredar dari mulut kemulut, lama kelamaan, mereka mulai mengiklankan bisnisnya. Cara nyarinya gampang, cukup ikuti iklan iklan “anda butuh dana cepat” di pinggir jalan.

Nah lama-kelamaan bisnis rentenir ini mati gaes. Kenapa? Karena orang lama-lama menghindari iklan iklan dana cepat seperti itu. Orang lama-lama tau kalo bisnis dana cepat itu ya rentenir, bunganya gila-gilaan.

Terus muncul deh aplikasi pinjeman online ini. Awalnya sih biasa aja, banyak yang ngeshare karena bisa beli pulsa, bisa cicil gadget di online marketplace, pokoknya normal.

Sampai orang-orang sadar kalau hapenya ‘disadap’ oleh aplikasi-aplikasi ini. Well, not exactly disadap, karena kita yang ngasih permission ke aplikasi aplikasi ini untuk mengambil data-data kita seperti kontak, daftar panggilan, lokasi, foto dan lain-lain. Ini kombinasi antara orang-orang yang nggak pernah baca terms and condition dan emang sejak awal aplikasinya berniat mengambil data kita sih.

Kenapa harus sampai mengambil kontak, daftar panggilan, etc? Emang buat apa sih data-data itu?

Jadi gini gaes, yang namanya utang kan pasti butuh jaminan, ya nggak sih? Utang di bank aja perlu jaminan macem macem, supaya kalo kita nggak bayar utang ada dong harta kita yang bisa dilelang sama bank untuk nutupin kekurangan harta kita. Bener apa bener?

Selain buat dijual, kadang jaminan itu dikeep sama pemberi utang untuk menjamin biar kita nggak kabur. Misalnya, yang suka utang di kantor, ijazahnya ditahan sama kantor biar engga bisa cari kerja di tempat lain sebelum utangnya ke kantor lunas.

Nah dulu di rentenir yang sering dijadiin jaminan kan BPKB dan STNK, tapi para rentenir ini sadar bahwa nggak efisien banget nyimpen BPKB dan STNK se Indonesia kan ya? Mereka pun cari jaminan lain yang mudah tapi sangat bernilai.

Kalau kalian pikir foto selfie sama KTP kalian adalah jaminan buat para pemberi utang ini, kalian salah besar! Foto selfie dan KTP itu cuma sebagai identitas pendaftaran aja, biar mereka tahu siapa yang utang. Jaminan yang kalian berikan jauh lebih berharga daripada itu. Jaminan kalian adalah DATA kalian.

Lho, semahal apa sih data sampe data yang dijadikan jaminan?

Data itu mahal banget gaes, di taun 2019 kemaren ada riset yang mengatakan komoditi termahal bukan lagi oil and gas kaya jaman dulu melainkan data. FYI, ada lho pihak-pihak yang rela membayar mahal demi mendapatkan data-data kalian, contohnya aja kaya kasus cambridge analytica yang sempat heboh kemarin.

Kenapa Perlu Jaminan? Karena Ada Orang yang Ngutang tapi Nggak Niat Bayar

Saya sendiri nggak suka sama yang namanya hutang, tapi emang kadang kalo lagi kepepet mau gimana kan ya?? Asal habis itu utangnya dibayar sih nggak apa apa. Saya sempet bahas di postingan soal bayar membayar utang kalo di dunia ini ada orang-orang yang doyan banget ngeles pas ditagih utangnya. Dibaca deh.

Cuma masalahnya begini gengs, banyak banget yang nggak nyadar kalo ngutang di aplikasi online itu ngutang beneran. Udah gitu pas ditagih, galakan yang ngutang.

Serius nih. Saya bicara dengan kapasitas sebagai tukang tagih utang jaman kuliah dulu lol.

Kenapa? Karena masih bayak banget orang Indonesia yang belum paham soal financial planing. Buktinya apa? Entuh masih banyak yang kemakan analisis saham gorengan dan ngga nyatat pemasukan dan pengeluaran. Jadi taunya cuma nyari duit dan ngabisin duit aja, tapi mengelolanya nggak paham.

Dan itu hal yag wajar karena ya jujur aja, waktu sekolah dulu saya juga nggak diajari cara ngisi SPT, cara berinvestasi yang aman, cara mengajukan credit card, dan sebagainya. Dulu, hal-hal kayak gini dianggapnya belum jadi kebutuhan jadi yaaa... paling penyuluhan di SMA itu isinya adalah seputar narkoba, reproduksi, yah yang begitu-begitu deh.

(Udah jadi materi penyuluhan rutin pun masih banyak kok yang terjerumus, apalagi kalo ngga ada penyuluhannya lol)

Belom lagi ditambah ‘kemudahan-kemudahan’ yang ditawarkan oleh pinjaman online dan teman-temannya itu. Saya pernah tuh ngerasain namanya timeline medsos isinya temen-temen yang beli perlengkapan rumah tangga yang receh-receh dan nominalnya nggak sampai 30 ribu rupiah tapi belinya pake aplikasi pinjaman online.

Bayangin soklin harga 28 ribu aja dicicil 6 bulan. Tapi tiap bulan mesti bayar biaya administrasi 10 ribu. Rugi amat.

Coba kita itung-itungan ya, 28 ribu dibagi 6 ya sekitar 4.500 rupiah perbulannya.
Terus ditambah biaya admin tiap bulan 10 ribu.
Jadi selama 6 bulan kita nyicil 14 ribu untuk soklin seharga 28 ribu. Sehat??

Jadi Kita Nggak Boleh Ngutang Nih Mbak?

Saya nggak bilang kalian nggak boleh ngutang ya, saya cuma bilang berhitunglah sebelum berhutang. Banyak nih temen temen saya yang termasuk tim cicil cicil, kalau beli barang nyiciiiil terus, tapi nggak dihitung apakah jumlah cicilannya itu besar atau enggak.

Sekilas nilai cicilan barang-barangnya emang kecil. Nggak ada yang melebihi 250 ribu rupiah perbulan. Tapi dia nyicil 10 item. Total-totalnya bisa 2,5 juta sendiri padahal gajinya ya 6-7 juta saja. Kok jadi banyak ya?

Belum lagi kita lebih nggak sadar dalam menghabiskan uang yang sifatnya digital. Sebagai contoh, saya pernah nanya sama teman-teman di IG yang doyan go-food, sekali go-food abis berapa sih? Seminggu berapa kali gofood? Ternyata kalau dihitung-hitung ada yang bisa habis ratusan ribu dan bahkan jutaan untuk go-food tapi enggak sadar.

Itu baru gofood yang bayarnya kerasa. Gimana kalo pake paylater yang bayarnya belakangan?

Jangan sampe kaya saya yang pas ngitung history gopay shock karena ngabisin 375.000 buat bakso tusuk dalam kurun waktu sebulan.

Paylater dan cicilan-cicilan kartu kredit itu emang memudahkan, tapi ya jangan digampangin juga. Tetep dong namanya utang ya harus dibayar. Jangan sampai ketika ditagih malah galakan kitanya.

Apa Jangan-Jangan Kita Kecanduan Hutang?

Ngga cuma satu atau dua kali saya mendengar cerita tentang pasangan yang bercerai karena salah satunya punya hutang banyak tanpa sepengetahuan yang lain. Ada juga orang yang saking banyaknya menumpuk hutang kecil-kecil tidak sadar ahirnya hutangnya menjadi banyak.

Terus karena adanya aplikasi pinjaman online seperti ini, kita jadi ingin berhutang dan menggampangkan cicilan-cicilan tersebut dengan tidak segera membayarnya.  Ngga heran sih, karena banyak juga kasus dimana orang-orang yang berhutang tersebut nggak sadar kalau mereka harus membayar hutangnya dengan nilai yang fantastis karena setiap bulan hanya melunasi cicilan minimum.

Ada juga (dan banyak!) aplikasi pinjaman online yang melarang kita melunasi pinjaman sebelum tempo pelunasan.

Disini meski sebenarnya aplikasi ini harus terdaftar di OJK, sadly saya harus bilang bahwa bukan tanggung jawab OJK jika ada orang-orang yang terjebak di kondisi gali lubang tutup lubang seperti ini. Ya mungkin untuk satu dua kasus dimana memang orangnya butuh banget saya masih bisa paham... tapi ada lho, orang yang hutangnya malah ditumpuk di aplikasi online dan nantangin aplikasinya untuk menagih.

Karena aplikasinya juga ilegal ya kemungkinan mreka nggak akan bawa kasus ini lewat jalur hukum juga sih. Paling banter cuma disatronin debt collector.

Ada juga yang bilang mereka punya rasa puas setelah berbelanja tanpa merasa mengeluarkan uang. Well, this is the dangerous ones, karena sebenernya kita tetap keluar uang saat belanja dengan utang, cuma keluarnya nggak pada saat itu juga sih.

Jangan-jangan, Bukan salah aplikasinya, tapi emang kita yang doyan ngutang?

Ah jadi pusing. Ayo kita ngopi dulu. Bayarnya pake kartu kredit ya, lagi ada promo buy one get one <3


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[REVIEW & FIRST IMPRESSION] Natur Hair Mask with Aloe Vera Extract

[REVIEW] Treatment Derma Face Therapy (DFT) Acne Di NMW Skin care Yogyakarta

Semua Yang Perlu Kamu Tahu Soal Food Photography! (+ Behind The Scene)